Review Film Dokumenter

Review Film Dokumenter
Inside the Revolution: A Journey Into the Heart of Venezuela

Program

Program
Kami melakukan beberapa aktivitas seperti diskusi, terbitan berkala, aksi langsung...

Event

Event
Dalam waktu dekat akan mengadakan Festival Anti-Globalisasi. Sebuah kampanye perlawanan terhadap globalisasi...

Keblinger

Keblinger

Interpretasi dan Implementasi Konsep Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Sosial di Venezuela

| Jumat, 27 April 2012
oleh Syaharuddin Idris


Abstract
This article aims to explain the Venezuelan Government policy in interpretating and implementing human rights concepts. We can measure the achievement by the various policy concerning to the basic human needs issues, such a right for accessing resources, right for education, right for health, and many others. Beyond those rights, the Venezuelan Government creates more space to participate in political forum by creating social and political community to support the governments programs. The government also initiates many schooling programs for community, such human rights and political school, ideological shool, and more. Those programs aim to secure the sustainability of social development in Venezuela. All programs, in turn, will initiate the society to struggle with the government to hold or defend the achievements. By these hope, the Venezuelan people can raise their pride as a sovereign nation that able to determinate their will, both in domestic and international political forums without influence or intervence of the other actors.


Pendahuluan
Dalam lebih dari satu decade terakhir, terjadi perkembangan yang sangat mengejutkan dan signifikan dalam pembangunan dan perbaikan kualitas kehidupan sosial di Venezuela. Di bawah kepemimpinan Presiden Hugo Chavez dengan Revolusi Bolivarian-nya, terjadi peningkatan yang besar dalam pemenuhan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) di Venezuela. Lebih dari pada itu, semakin meluas tidak hanya untuk hak sipil politik tetapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Duta Besar Venezuela untuk PBB, Jorge Valero, bahwa Sosialisme dan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan dua sisi mata uang dimana keduanya akan menciptakan peningkatan kualitas dalam segala aspek kehidupan manusia.
Venezuela telah menempatkan diri sebagai pelopor dalam praktik penghormatan terhadap HAM. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintahan Hugo Chavez telah merealisasikan berbagai kebijakan terobosan yang begitu identik dengan promosi penegakan hak-hak sipil masyarakat di negaranya. Berbagai kebijakan sosial yang dikeluarkan mencerimnkan keberpihakan pemerintahan Presiden Chavez terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan penciptaan kebahagiaan bagi rakyatnya, khususnya rakyat miskin yang oleh rezim-rezm pemerintahan sebelumnya sering diabaikan begitu saja kepentingannya. Hal itu sesuai dengan filosofi politik dari bapak revolusi Amerika Latin, Simon Bolivar, bahwa “pemerintahan yang yang paling sempurna adalah yang mampu menciptakan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin rakyat.”
Isu Hak Asasi Manusia, sebagaimana kita ketahui pernah menjadi sangat hangat dalam diskusi terkait dengan perkembangan mutakhir di Venezuela. Hal ini terkait dengan pemerintahan Presiden Hugo Chavez yang oleh pemerintah negara-negara maju dianggap subversive dan otoriter, sehingga mengekang hak-hak rakyat sipil untuk terlibat aktif dalam berbagai aktivitas sosial seperti politik, ekonomi, dan sosial budaya lainnya. Hal ini terkait dengan control ketat yang dilakukan oleh negara terkait dengan aktivitas ekonomi dengan kebijakan nasionalisasinya dan ruang yang tertutup bagi kesempatan lahirnya kebijakan-kebijakan yang berbau liberal atau neoliberal di negara tersebut, berikut dibatasinya aktivitas media yang kritis terhadap pemerintah.
Berangkat dari pandangan tersebut di atas, tulisan ini bermaksud untuk membuktikan bagaimanakah pemerintah Venezuela memberi makna terhadap konsepsi Hak-Hak Asasi Manusia yang telah menjadi norma universal dan bagaimana kita mengukur keberhasilan penegakan Hak-Hak Asasi Manusia tersebut?

Konsepsi Hak-Hak Asasi Manusia
HAM pada dasarnya telah berkembang sejak dimulainya modernisasi di Eropa pada abad ke-18 yang sangat dipengaruhi oleh tradisi pemikiran liberal. Meski demikian, kita tidaklah bisa mengabaikan pentingnya berbagai traktat dan peristiwa penting di masa sebelum itu yang juga berkontribusi besar bagi pembangunan Hak Asasi Manusia. Begitupula dengan tradisi pemikiran ideologi lain dalam memahami konsep Hak Asasi Manusia ini. Revolusi Industri, Revolusi Perancis, dan Revolusi Kemerdekaan Amerika adalah peristiwa-peristiwa penting yang menjadi titik tolak kita untuk memahami persoalan hak azasi ini. Dari ketiga peristiwa ini, kita bisa mengidentifikasi tentang pentingnya untuk membangun sebuah kondisi di mana manusia mendapatkan kesempatan yang sama dalam menjalankan hidupnya dan mengakses sumber-sumber daya penting untuk menjamin kelangungan hidupnya tanpa tertindas dan terintimidasi oleh orang lain yang lebih kuat.
Lebih dari itu, kesempatan tersebut haruslah diperjuangkan untuk mencapainya. Revolusi Industri sebagai contoh, memberi gambaran pencapaian perjuangan bagi tuntutan terhadap hak dan kebebasan dalam mengakses dan menjalankan aktivitas-aktivitas di bidang ekonomi secara bebas dan tanpa hambatan bagi setiap orang dan tanpa keistimewaan tertentu bagi bangsawan dan penguasa. Revolusi Perancis di sisi lain, mewujudkan berbagai kesempatan yang sama dalam mengakses dan mengelola kekuasaan dan seluruh aktivitas sosial secara luas. Hal ini kemudian tertuang ke dalam the Declaration of the Rights of Men and of the Citizen pada tahun 1789. Revolusi Kemerdekaan Amerika yang melahirkan the US Bill of Rights pada tahun 1791 mengajarkan bahwa untuk mencapai seluruh kebebasan dan kesempatan yang sama tersebut, haruslah melalui perjuangan yang panjang untuk meruntuhkan kekuasaan. Dan tidak ada sebuah bangsa pun yang berkuasa untuk menindas dan mengintimidasi bangsa lain dalam menjalankan kehidupan sosialnya. Hingga akhirnya, di zaman modern Perserikatan Bangsa-Bangsa mencetuskan UN’s Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948.

Bahkan ketika sebuah bangsa telah mencapai kemerdekaannya, bangsa-bangsa yang baru merdeka tersebut masih melanjutkan perjuangan mereka dan tuntutan bagi tersedianya kesempatan yang dalam aktivitas dan akses kebijakan dan sumber daya penting bagi kelanjutan kehidupan mereka. Hal ini sejalan dengan konsepsi hak tiga generasi yang dijelaskan oleh Chris Brown. Generasi pertama, hak-hak atau kebebasan untuk berbicara dan berserikat (freedom of speech and assembly), dan hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan di dalam negara sendiri, secra langsung atau melalui perwakilan yang representatif (Universal Declaration, Article 21). Generasi kedua, terkait hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat penting bagi martabat dan pembangunan kepribadian seeorang (Article 22). Generasi ketiga menekankan hak-hak yang dibangun dalam dimensi kolektif yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat umum, misalkan hak suatu bangsa untuk menentukan kekayaan dan sumber-sumber daya alam secara bebas (Banjul Charter di Afrika), sementara individu bertanggung jawab untuk melayani masyarakatnya dengan menempatkan kemampuan fisik dan intelektualnya pada pelayanannya.

Dari perjalanan sejarah itu pula dapat dilihat bahwa Human Rights sebagai hukum universal lahir dan tidak terpisahkan dari konsep dan tradisi hak-hak asasi di Eropa yang kemudian menyebar luas ke Amerika dimana UDHR disusun dan dibangun diatas fondasi deklarasi-deklarasi hak asasi yang telah terjadi di Eropa dan Amerika. Konsep hak asasi yang berawal di Eropa dan Amerika ini kemudian diuniversalisasikan oleh PBB yang kemudian diratifikasi oleh puluhan negara. Dua ide utama yang secara garis besar diatur oleh PBB terkait Human Rights sebagai hukum universal adalah :
1.Umat manusia memiliki hak untuk hidup, hak kebebasan, keamanan dan kepastian dalam memiliki barang, adanya kebebasan dalam mengungkapkan pendapat dan hak-hak lain yang didapat dan dimiliki oleh manusia tanpa adanya persyaratan (human right as natural law).
2.Bahwa fungsi utama dari negara adalah melindungi dan memastikan pemenuhan hak-hak dari warga negaranya tersebut.
Dalam konsepsi HAM ini, sangat jelas bahwa negara memegang peranan yang sangat penting dan determinan dalam mewujudkan penegakan hak-hak asasi manusia. Tingkatan paling krusial yang justru sering diabaikan adalah peran negara dalam pemenuhan hak-hak dasar dan hak partisipasi sosial, ekonomi, politik warga negaranya. Kita bisa melihat berbagai data yang disajikan dalam lembaga-lembaga yang concern terhadap isu-isu mengenai kemiskinan, kesehatan, pangan, pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan hak-hak dasar manusia. Dengan mengambil garis kemiskinan ekstrem yang menjadikan penghasilan 1 dolar Amerika Serikat per hari sebagai acuan, pada tahun 1990-an kurang lebih 33 persen penduduk dunia yang berada di negara-negara sedang berkembang berada dalam kesengsaraan. Sebagain besar dari mereka berada Asia Selatan, yaitu sekitar 550 juta jiwa. Angka yang lebih kecil yaitu 215 juta berada di Sub-Sahara Afrika, dan 150 juta lainnya berada di Amerika Latin. Melihat fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa penderitaan manusia yang terjadi justru akibat ketiadaan atau hilangnya fungsi negara dalam memberi jaminan pemenuhan hak-hak dasar dan perbaikan nasib warganya. Padahal hal tersebutlah yang menjadi pijakan mereka ketika mereka memutuskan untuk menuntut kemerdekaan dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan di masa lalu.

Sebagaimana dikatakan bahwa hal tersebut terkait langsung dengan kedaulatan sebuah negara dalam mengatur dan menentukan nasibnya sendiri (self determination). Negara mempunyai hak penuh untuk melakukan apapun terkait dengan kedaulatan dan jaminan atas kedaulatannya tersebut. oleh sebab itu, penegakan nilai-nilai atau norma universal termasuk hak asasi manusia merupakan hal yang mutlak dilakukan baik didalam negara maupun dalam hubungannya dengan hubungan antar negara. Hal ini tentunya untuk menjamin eksistensi sebuah negara dari ancaman dan intervensi dari aktor dan negara lain akibat melihat berbagai kerapuhan internal negara tersebut.

Kerapuahn-kerapuhan internal yang terjadi bisa dijadikan sebagai jalan masuk oleh rezim-rezim hak-hak asasi manusia untuk memberi tekanan terhadap sebuah negara. Budi Winarno menjelaskan bahwa isu-isu legal mengenai ratifikasi perjanjian dan interpretasi terhadap klausul-klausul tertentu biasanya mengemuka untuk dijadikan sebagai dasar tindakan yang umumnya terkait dengan penderitaan warga sipil domestik yang kemudian mengangkat persoalan-persoalan legal politik seperti kepatuhan (compliance) ke permukaan. Pada akhirnya hal ini akan menimbulkan isu-isu politik luar negeri, apakah hal tersebut akan diimplementasikan atau dirumuskan dalam sebuah bentuk kebijakan dalam membuat undang-undang terkait hak-hak asasi manusia tersebut. Pada tahap inilah biasanya sebuah kepentingan aktor lain dipenetrasikan untuk masuk ke dalamnya, misalnya terkait dengan kepentingan ekonomi dan perdagangan.

Untuk itu, sangat penting bagi sebuah negara untuk menghindari menguaknya isu hak-hak asasi ini agar tidak menjadi jalan masuk bagi pengaruh aktor lain di dalam berbagai kebijakan sebuah negara. Dua hal yang umumnya dilakukan adalah pertama, menutupi atau melokalisasi berbagai persoalan dan kerapuah sosial yang terjadi di suatu negara dengan berbagai tindakan yang lebih opresif bagi peluang-peluang terkuaknya maslaah tersebut. Kedua, secara serius melakukan perbaikan-perbaikan sosial yang menutup kemungkinan bagi celah pembahasan persoalan hak-hak asasi manusia di level domestic maupun internasional. Pebaikan-perbaikan ini disertai kemudian dengan penyebarluasan konsep dan makna hak-hak asasi yang sejati ini ke seluruh lapisan masyarakat melalui proses edukasi yang sistematis. Hal ini dimaksudkan agar individu-individu dapat menilai dirinya sendiri, apakah hak-haknya telah terpenuhi atau tidak. Manusia yang telah menyadari hak asasinya diharapkan bisa berusaha menjaga sendiri hak asasinya tersebut, sekaligus menghormati hak asasi manusia lain.

Prestasi Pemenuhan HAM di Venezuela
Menanggapi konsepsi hak-hak asasi manusia di atas, penulis mencoba melihat fakta-fakta actual yang terjadi di Venezuela sebagai sebuah prestasi atau pencapaian tersendiri dalam mewujudkan penegakan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia yang palig mendasar. Pemerintah Hugo Chavez di Venezuela berhasil dalam melakukan perbaikan-perbaikan sosial dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui pemenuhan hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, nutrisi, dan sebagainya. Begitupula dengan hak dalam partisipasi politik dan upaya untuk menjamin kesadaran HAM yang berkelanjutan melalui sekolah HAM dan Politik. Berikut ini penulis sajikan capaian-capaian pemerintah Venezuela dalam penegakan HAM di negaranya.

1.Pemenuhan Hak-Hak Dasar
Melihat konsepsi tentang Hak-Hak Asasi Manusia, khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak dasar untuk bertahan hidup, Venezuela telah mencapai suatu prestasi yang baik. Venezuela, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Ekonomi Untuk Amerika Latin Dan Karibia (ECLAC), diketahui telah mengalami penurunan angka kemiskinan dari 48,6% pada tahun 2002 menjadi 27,6% pada tahun 2008. Selain itu, ECLAC juga menemukan fakta-fakta lain bahwa pada tahun 2010, Venezuela merupakan negara dengan tingkat ketidakseimbangan distribusi pendapatan paling kecil di antara negara-negara di kawasan Amerika Latin lainnya.
Capaian lain pemerintah Venezuela adalah di bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan Venezuela secara konstitusional diorientasikan untuk membawa para pelajar ke dalam tiga tahapan, yaitu : bebas buta-huruf (misi Robinson 1), sekolah dasar dan menengah (misi Robinson 2/misi Ribas), dan pendidikan tinggi (misi Sucre). Hasilnya bisa dilihat dari laporan UNESCO tentang partisipasi pendidikan di Venezuela menyatakan bahwa pada tahun 2010, tingkat partisipasi pendidikan tinggi di Venezuela adalah 83%. Hal ini terkait dengan upaya untuk mewujudkan sebuah tujuan besar, yaitu mencapai pertumbuhan sosial, budaya, pendidikan, lingkungan, dan institusional, yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai pembangunan negara. Hal tersebut menunjukkan lompatan Venezuela yang telah beranjak jauh dari pencapaian negara-negara dunia ketiga lainnya dalam hal partisipasi pendidikan. Saat ini, Venezuela bahkan telah menempati posisi kelima di dunia dan kedua di antara negara-negara Amerika Latin setelah Kuba dalam hal pengembangan pendidikan dan kebudayaan.

Sementara itu, capaian di bidang kesehatan dapat diukur langsung dari sistem kesehatan publik yang dijalankan langsung di Barrio (setingkat desa/kelurahan di Indonesia) dengan bantuan dokter dan ahli-ahli kesehatan terlatih dari Kuba dalam program Mission Barrio Adentro. Dalam satu decade terakhir, pusat-pusat pelayanan kesehatan gratis untuk rakyat Venezuela sudah mengalami peningkatan drastis dari 4.000 menjadi 13.000 pusat pelayanan. Bahkan dalam tujuh tahun, setidaknya 11.500 pusat kesehatan berhasil dibangun di seluruh Venezuela. Ini juga termasuk pusat diagnose dan berbagai fasilitas yang melebihi klinik dasar. Pintu layanan kesehatan Barrio Adentro selalu terbuka untuk rakyat setiap hari dan setiap saat.
Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika keseriusan pemerintah Venezuela dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kesehatan rakyatnya kemudian mendapat respon yang massif. Selama periode 2003 sampai 2010 terdapat sekitar 432 juta kunjungan dari rakyat ke klinik-klinik yang melayani kesehatan gratis. Lebih jauh lagi, pemerintah Venezuela juga menyediakan operasi mata gratis kepada rakyatnya melalui program “Mission Miracle”.
Dalam hal pemenuhan hak atas pangan dan nutrisi, data dari Istitute Nasional Venezuela untuk Nutrisi (NIN) menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori rakyat Venezuela mengalamai peningkatan sebesar 27% dari tahun 1998 sampai 2009, yakni dari 2,202 menjadi 2,790% per hari. Asupan kalori per kapita di Venezuela berada jauh di atas target asupan kalori yang ditetapkan FAO, yakni 2,100. Bahkan jumlah anak-anak yang mengalami kekurangan gizi pun berkurang sebesar 58,5% selama satu dekade terakhir.

2.Pemenuhan Hak Politik
Terkait dengan pemenuhan hak politik, rakyat Venezuela memberi dukungan yang sangat besar bagi demokrasi di negaranya. Hal ini nampak dari telah diselenggarakannya 16 proses electoral sejak revolusi pertama kali bergulir pada tahun 1998. Menurut Dewan Pemilihan Nasional Venezuela, partisipasi rakyat dalam pemilihan presiden mengalami peningkatan dari 54% pada tahun 1998 menjadi 74% pada tahun 2006. Konsitusi Bolivarian, khususnya pasal 67, sangat menghormati partisipasi warga negara dalam Pemilu. Di dalam pasal tersebut, rakyat dapat terlibat aktif dalam aktivitas politik dengan mengajukan diri sebagai anggota partai politik. Rakyat bahkan bisa dicalonkan melalui individu dari organisasi-organisasi sosial.
Hak untuk berpartisipasi yang lain disediakan bagi warga melalui sejumlah proses politik seperti pemilu legislative, referendum, pengadilan terbuka, dan dewan rakyat. Di samping itu, dalam bidang sosial dan ekonomi, rakyat diberi kesempatan untuk ikut terlibat dalam bentuk kemandirian individu atau pun kerja sama di bidang koperasi simpan pinjam dan sebagainya sebagai proses kebebasan dalam mengakses berbagai sumber daya ekonomi untuk bertahan hidup dan memperbaiki kualitas kehidupan sosialnya.

3.Sekolah HAM dan Politik untuk Memperkuat Kekuasaan Rakyat
Dalam menjamin eksistensi penegakan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia di Venezuela, peerintah kemudian menginisiasi program sekolah hak asasi manusia secara gratis bagi para pekerja sosial dan aktivis komunitas yang selama ini mengkampanyekan Hak Asasi Manusia. Program ini dirancang untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan hak asasi manusia di masing-masing komunitas. Lebih dari itu, tujuan dari sekolah HAM ini adalah untuk membongkar visi hak asasi manusia yang berakar dari tradisi liberal, individualis, dan reduksionis, di samping untuk membangun budaya sadar HAM yang berkelanjutan bagi rakyat Venezuela sendiri.

Di samping sekolah HAM tersebut, pemerintah Venezuela juga memperkuat kekuatan dan kesadaran rakyat melalui pendidikan politik ideologis yang dilakukan oleh INCES, sebuah institute yang bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan bagi kaum sosialis. Pelatihan bertujuan untuk membangun kesadaran revolusioner dan ideologis dalam menerima tanggung jawab sebagai alat pembebasan yang mampu mentransformasikan sistem produksi tradisional dari kapitalisme menjadi sistem ekonomi yang humanis, adil, serta egalitarian. Program lain dari INCES adalah pendidikan politik jangka panjang yang disebut Sekolah untuk Penguatan People Power yang menyediakan pelatihan bagi unsur-unsur pokok yang mewakili beragam kelompok seperti para juru bicara dewan komunal, keuangan, dan lembaga-lembaga kebudayaan bahkan bagi kelompok professional seperti dokter, pengecara, sebagaimana juga diberikan kepada kelas buruh tradisional, termasuk juga para pekerja di perusahan negara. Tujuannya untuk menciptakan barisan pekerja sosialis yang memberikan contoh mengenai konsep kerja yang berakar pada komitmen pada kebaikan sosial bersama.

Kedaulatan yang Terjamin
Dengan berbagai capaian-capaian terkait penegakan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia di Venezuela tersebut, pada dasaranya bermakna banyak hal. Pertama, entitas negara mewujudkan kehadirannya sebagai pelindung dan penjamin hak-hak sosial rakyatnya sebagaimana umumnya dicita-citakan ketika menuntut kemerdekaan dan self determination. Kedua, negara berhasil memperkuat kedaulatan dirinya dari ancaman intervensi aktor-aktor dan negara lain, khususnya negara hegemon yang memungkinkan menjadikan isu hak-hak asasi manusia sebagai jalan masuk bagi pengaruhnya. Ketiga, kekuatan kedaulatan negara menjadi jauh lebih kuat dengan dukungan dari rakyat di grass root akibat berbagai pemenuhan hak-hak dasar dan kebutuhan sosial, berikut jaminan akses bagi sumber-sumber sosial, ekonomi, dan politik yang berhasil diwujudkan oleh negara. Dengan sendirinya, rakyat akan berjuang bersama pemerintahnya dalam mempertahankan capaian-capaian dan jaminan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Buku
Brown, Chris, Human Rights, dalam Baylis, John and Steve Smith (eds.), 2003, The Globalization of World politics; an Introduction to International Relations oxford University Press.
Jemadu, Aleksius, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Winarno, Budi, 2007, Globalisasi dan Krisis Demokrasi. Media Pressindo, Yogyakarta.
Winarno, Budi , 2008, Isu-Isu Global Kontemporer (Handout). Program Studi Ilmu Politik Konsentrasi Studi Hubungan Internasional, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Unpublished.

Website
De Peskim, Are, Revolusi Bolivarian dan Capaian Penegakan HAM Di Venezuela, http://berdikarionline.com/opini/20111128/revolusi-bolivarian-dan-capaian-penegakan-ham-di-venezuela.html, diakses pada tanggal 29 Desember 2011.
Flores, Odalys Troya, Pendidikan di Amerika Selatan: Pararelisme dan Perbedaannya, http://berdikarionline.com/dunia-bergerak/perubahan-di-amerika-latin/20120103/pendidikan-di-amerika-selatan-pararelisme-dan-perbedaannya.html, diakses tanggal 1 Januari 2012.
Ilyas, Ulfa, Dokter Komunitas dan Revolusi Kesehatan di Venezuela, http://berdikarionline.com/dunia-bergerak/perubahan-di-amerika-latin/20111113/dokter-komunitas-dan-revolusi-kesehatan-di-venezuela.html, diakses tanggal 1 Januari 2012.

1 komentar:

Agus at: 27 April 2012 pukul 06.18 mengatakan...

Keren... terus menulis, kawan!

Posting Komentar

 

Anti-Copyright Tamalanrea School | Semua isi dalam weblog ini bisa digandakan untuk tujuan non-komersil